Mungkinkah Mengajar Tanpa Kekerasan, menjadi salah satu pertanyaan yang seringkali menghantui saya selama menjadi guru. Ingat betul, ketika dulu mengajar di SMK, adakala sepatu yang saya pakai terlepas (baca : dilepas) buat "nggebuk" para siswa yang "menjengkelkan". Entah lantaran terlambat masuk kelas, tidak mengerjakan tugas, gaduh di dalam kelas dan alasannya yaitu lain. Ya...itu awal-awal jadi guru. Boleh jadi lantaran kurang pengalaman atau terbawa lingkungan alias situasi.
Kebiasan "buruk" saya lambat laun menghilang ketika mengajar di SMA. Dan saya yakin lantaran faktor lingkungan alias situasi saja. Dan kebiasaan tersebut benar-benar nyaris hilang ketika mengajar di SMP.
Awal-awal mengajar di sekolah yang kini bergotong-royong sama. Masih suka murka atau jengkel melihat "kenakalan" para siswa.
Hanya saja pada akhir-akhir ini, saya menanyakan kembali. Mengapa harus murka kepada siswa? Benarkah kemarahan sanggup mengatasi masalah? Benarkah bersuara keras akan mengakibatkan siswa-siswa terdiam? Ya...akhirnya muncul pertanyaan "Mungkinkan Mengajar Tanpa Kekerasan?"
Dan seiring waktu...kecenderungan yang muncul yaitu BISA. Itu jawabannya. SANGAT MUNGKIN. HARUS. Sebuah KENISCAYAAN....Mengajar harus dengan kesantunan dan kelembutan.
Berdasarkan pengamatan terhadap diri sendiri maupun sobat sejawat, saya sanggup mengambil kesimpulan awal sebagai berikut :
Sumber https://arsyadriyadi.blogspot.com/
Kebiasan "buruk" saya lambat laun menghilang ketika mengajar di SMA. Dan saya yakin lantaran faktor lingkungan alias situasi saja. Dan kebiasaan tersebut benar-benar nyaris hilang ketika mengajar di SMP.
Awal-awal mengajar di sekolah yang kini bergotong-royong sama. Masih suka murka atau jengkel melihat "kenakalan" para siswa.
Hanya saja pada akhir-akhir ini, saya menanyakan kembali. Mengapa harus murka kepada siswa? Benarkah kemarahan sanggup mengatasi masalah? Benarkah bersuara keras akan mengakibatkan siswa-siswa terdiam? Ya...akhirnya muncul pertanyaan "Mungkinkan Mengajar Tanpa Kekerasan?"
Dan seiring waktu...kecenderungan yang muncul yaitu BISA. Itu jawabannya. SANGAT MUNGKIN. HARUS. Sebuah KENISCAYAAN....Mengajar harus dengan kesantunan dan kelembutan.
Berdasarkan pengamatan terhadap diri sendiri maupun sobat sejawat, saya sanggup mengambil kesimpulan awal sebagai berikut :
- Tidak nampak perbedaan prestasi antara siswa yang diajar oleh guru yang keras dengan guru yang lemah lembut. Prestasi yang dimaksud di sini yaitu capaian nilai mata pelajaran dalam ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan semester, ujian sekolah /nasional.
- Terkait dengan no. 1, siswa-siswa yang kelihatannya memperhatikan pelajaran ketika diajar guru yang "killer" kemungkinan terpaksa fokus atau sekedar kelihatan fokus, padahal pikiran dan hati entah ke mana. Dan...tidak ada rumusnya siswa akan mempunyai memory jangka panjang dalam pembelajaran yang "menegangkan".
- Ada kecenderungan siswa akan "balas dendam" ketika diajar guru-guru yang lemah lembut. Siswa yang kelihatan manut..nurut ketika diajar guru "killer" akan banyak berulah ketika diajar guru yang "lemah lembut".
- Mengajar secara "keras" menciptakan stres siswa dan juga diri sendiri. Kesalahan yang dilakukan anak, contohnya ada seorang siswa yang belum mengerjakan PR lalu kita memarahinya. Akibatnya bukan hanya dirasakan oleh siswa tersebut tetapi siswa-siswa lain ada yang ketakutan. Apalagi dengan bunyi yang "menggelegar"..gak adil kan buat siswa lain. Persis kalau sedang rapat, lalu ada yang murka sehingga suasana rapat menjadi sunyi senyap. Tidak nyaman. Yang marah-marah puas..tapi lupa yang lain kan menjadi tidak nyaman.
- Perlu ditanyakan kembali, mengajar dengan kekerasan sebagai salah satu solusi jitu. Kenyataanya paling siswa hanya membisu (baca : takut sejenak), sesudah itu pun akan merasa merdeka...menjadi sedikit..bahkan "kurang ajar" ketika guru killer meninggalkan kelas.
- Sering kan mendengar reaksi impulsif siswa, ketika diberitahukan pelajarannya kosong lantaran gurunya tidak hadir. Padahal ketidakhadirannya tersebut lantaran sedang sakit. Tapi secara otomatis siswa akan bersorak-sorai...pa lagi jikalau guru tersebut "kurang di hati" mereka.
- Rasa manut siswa boleh jadi semu. Karena di luar kita, mereka suka menggunjing baik via offline maupun online. Khusus via online, pantaulah status mereka di medsos. Ada loh, yang ndak mau mendapatkan pertemanan dengan siswa bahkan menjaga jarak. Padahal hal ini merugikan diri sendiri...karena menciptakan kita kurang sanggup memantau acara siswa-siswa kita ketika di media sosial. Maaf ya...bagi saya, tanggung jawab menjadi guru bukan sebatas di dalam sekolah, tetapi juga interaksi para siswa kapan saja dan di mana saja sebagai guru wajib menegur jikalau melihat siswa yang berbuat "salah".
Masih banyak sih, yang mau saya tuliskan. Tapi waktu sudah menawarkan pukul 5.13. Saatnya mandi dan persiapan ke sekolah. Jadi....Mungkinkah Mengajar Tanpa Kekerasan? Jawabannya sanggup diambil kesimpulan sendiri. Atau ikuti postingan selanjutnya. Trims.
Semoga pendidikan kita ke depan akan lebih baik lagi.
Semoga pendidikan kita ke depan akan lebih baik lagi.
Sumber https://arsyadriyadi.blogspot.com/
EmoticonEmoticon